“Kami generasi ketiga Kapal Api akan ambil risiko untuk menguasai pasar Timur Tengah dan Afrika Utara,” ujar Steven.
“Apakah putusan bikin pabrik di Jeddah ini merupakan putusan generasi ketiga?” tanya saya kepada Steven. Yang ditanya ganti menjawil Robin Setyono, sepupunya. Robin putra Indra Budiono.
“Steven benar. Sudah lebih banyak sebagai keputusan kami generasi ketiga,” ujar Robin.
Robin lahir lebih dulu 11 tahun dari Steven. Robin alumnus Purdue University, Indiana. Ia satu almamater dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Hanya Robin di fakultas teknik.
“Pekan lalu kami, beberapa pengusaha, diundang Pak Purbaya untuk membahas soal ekonomi riil,” ujar Robin. “Kami sempat juga bercanda soal suka duka kuliah di Purdue,” tambahnya.
Dengan mendirikan pabrik di Jeddah, Kapal Api memang bisa menjangkau puluhan negara di kawasan itu. Sesama negara Arab sudah punya perjanjian free trade. Pun dengan negara-negara Afrika Utara.
Bebas pajak impor itulah yang akan membuat harga kopi Kapal Api bisa lebih murah. Yang dipasarkan di kawasan itu tetap sama: merek Kapal Api untuk kopi tubruk; Good Day untuk kopi instan.
“Hanya selera di Arab beda. Suka lebih manis,” ujar Soedomo.
Sebelum peresmian pun, ekspor perdana ke Iraq, ke Lebanon, dan ke Syria sudah dilakukan dari Jeddah. “Dari sini kami bisa menjangkau semua negara itu dalam waktu satu minggu,” ujar Steven.
Soedomo terus mendorong agar generasi ketiga lebih berani ambil risiko. “Kapal Api bisa sampai di tahap ini karena keberanian generasi kedua ambil risiko,” ujar ”ustaz” Soedomo dalam sambutannya.
“Sampai di sini” yang ia maksud adalah: keberhasilan Kapal Api menguasai 60 persen market share di Indonesia. Kapal Api juga berhasil menjadi perusahaan kopi terbesar ketiga di dunia.
Yang sudah sama antara generasi kedua dan ketiga di Kapal Api adalah –seperti juga di grup Djarum– sikap kepribadian mereka sangat mirip: sederhana dan rendah hati. (Dahlan Iskan)