finnews.id – Pembangunan lift kaca Tebing Kelingking di Nusa Penida akhirnya terhenti setelah menuai gelombang kekhawatiran. Langkah ini menandai momen penting bagi Bali untuk menata ulang arah pengembangan wisatanya. Banyak warga dan wisatawan menilai penghentian proyek tersebut menjadi tanda bahwa alam kembali diberi ruang untuk bernapas.
Proyek senilai sekitar 12 juta dolar AS itu awalnya bertujuan mempermudah akses wisatawan menuju pantai. Namun, setelah foto-foto konstruksi di tebing berbentuk “T-Rex” itu tersebar luas, banyak pihak mulai menyoroti dampak visual dan ekologis yang muncul. Dengan terhentinya kegiatan di lokasi, keaslian panorama Nusa Penida perlahan kembali terasa.
Kekhawatiran yang Tumbuh Bersama Perhatian Dunia
Seiring viralnya foto-foto pengerjaan lift kaca Tebing Kelingking, reaksi keras bermunculan, baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara. Mereka menilai pembangunan struktur kaca di area alami justru mengikis daya tarik utama pulau tersebut, yakni keindahan alam yang belum tersentuh modernisasi berlebihan.
Selain soal estetika, kekhawatiran juga mengarah pada potensi erosi tebing yang terus meningkat. Berbagai laporan dari media internasional seperti The Independent dan Channel News Asia (CNA) mencatat bahwa proyek ini sempat memunculkan perdebatan publik mengenai batas pembangunan di kawasan wisata alami.
Antara Akses dan Kelestarian
Gagasan untuk menghadirkan lift kaca Tebing Kelingking muncul dari keinginan memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang sulit menuruni jalur curam menuju pantai. Saat ini, perjalanan turun bisa memakan waktu hampir satu jam, sementara mendaki kembali dapat mencapai dua jam.
Namun, banyak pengamat menilai, kemudahan akses tidak selalu sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Apabila pengunjung datang dalam jumlah berlebihan, tekanan terhadap ekosistem pantai bisa meningkat signifikan. Karena itu, berbagai pihak menganggap penghentian proyek ini menjadi langkah paling bijak demi menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.