Tujuan lain sistem itu: agar orang hebat yang tidak kaya tidak takut mencalonkan diri. Mamdani contohnya. Dua lawannya orang mapan semua: satunya mantan gubernur New York. Satunya lagi politikus lama dari Partai Republik.
Meski nama belakangnya Mamdani, jangan dikira Zohran Mamdani punya hubungan keluarga dengan Ebrahim Mamdani.
Anda sudah tahu siapa itu Ebrahim Mamdani: ilmuwan matematika Inggris berdarah Parsi. Ia penemu ”Sistem Mamdani”. Yakni artificial intelligence yang merumuskan sistem ”Kalau” dan ”Maka” (if and then).
Misalnya: If udara panas dan lembab then jalankan kipas. Contoh lain: If tekanan tinggi dan suhu rendah then buka katupnya.
Zohran Mamdani memang juga berdarah Parsi. Tapi leluhurnya sudah lama menyingkir ke India. Dari India ayahnya jadi imigran di Uganda. Zohran lahir di Uganda.
Lalu orang tua Zohran mengajaknya jadi imigran di Afrika Selatan. Sampai akhirnya jadi imigran di Amerika Serikat.
Zohran masuk sekolah di New York. Pun sampai lulus Universitas. Ia jadi aktivis muda kemasyarakatan. Lantas jadi anggota DPRD New York.
Umurnya baru 34 tahun dan itulah kelemahannya: belum pernah jadi eksekutif di pemerintahan. Padahal New York kota terbesar di Amerika. Terkaya di dunia.
Rakyat tidak peduli. Mereka sudah bosan dengan politisi yang itu itu juga. Saya ikuti pidato-pidato Mamdani. Lewat video. Juga kampanyenya.
Dialog langsungnya dengan warga sangat menarik. Ramah. Rendah hati. Penuh empati.
Mamdani tidak menutup-nutupi bahwa ia Islam. Bahwa ia sosialis kiri. Toh politisi nasional tidak perlu merasa terancam. Ia tidak akan bisa jadi Capres Amerika –karena lahir di luar Amerika.
Dalam Pilwali tanggal 4 November besok, pemilih tidak hanya mencoblos salah satu dari tiga calon wali kota. Masih ada lima kartu suara lain. Pilwali ini ternyata dimanfaatkan sekaligus untuk referendum lima persoalan.
Misalnya: apakah rakyat setuju di sebuah distrik dibangun perumahan sederhana. Persetujuan rakyat diperlukan karena tata kota lama tidak mengakomodasikan lokasi untuk rumah sederhana.