Tapi Shinzo tewas ditembak 8 Juli 2022. Di Nara. Yakni saat kampanye membantu caleg dari LDP yang ia dukung.
Sanae sangat mengagumi Shinzo Abe. Tiga hari lalu, saat menerima kedatangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Sanae secara khusus menyebut nama Abe.
“Anda telah bekerja sama sangat baik dengan perdana menteri Abe. Saya berharap Anda juga bisa bekerja sama dengan saya,” ujar Sanae.
Trump pun memuji sangat tinggi Sanae. Bahkan Sanae diajak Trump ke kapal induk USS George Washington yang sedang merapat di pangkalan militer Yokosuka dekat Tokyo.
Di depan militer Amerika itu Sanae diminta Trump untuk berpidato. Lalu digandengnyi naik podium. Merangkul pundaknyi. Dan Sanae digandeng lagi saat turun dari mimbar.
Terlihat betapa hangat hubungan kedua pemimpin. Di Jepang pula Trump mengumumkan dapat rezeki nomplok: komitmen investasi sampai hampir USD 500 miliar.
Baru belakangan ini saya mengamati secara khusus Sanae Takaichi. Sosoknyi kecil mungil. Wajahnyi sangat Jepang. Rambutnya pendek. Bagian telinga sengaja disibak. “Sebagai simbol agar lebih banyak mendengarkan aspirasi rakyat”.
Matanyi sangat hidup. Cendekia. Apalagi kalau Trump sedang mengucapkan kalimat pujian untuknyi. Perhatikan matanyi: bergerak-gerak. Melebar. Menggoda. Kalau saja dia bukan perdana menteri saya akan menyebutnyi gerakan mata itu genit.
Tapi itu bukan genit. Itu bagian dari cara berkomunikasi yang efektif. Dengan gerakan mata seperti itu kehangatan kian terasa. Gerakan mata seperti itu seperti menggantikan kata-kata “oh ya” sekaligus “arigato’.
Sanae berasal dari kota Nara, sekitar 45 menit naik kereta dari Osaka. Nara adalah tempat Abe ditembak. Itu seperti pertanda-pertanda bahwa Abe ingin mewariskan jabatan perdana menteri ke orang Nara.
Yang jelas Sanae dan Abe satu aliran. Maka Sanae juga akan terlihat sebagai ancaman bagi Tiongkok. Apalagi hubungannyi dengan Trump seperti sedang membara.
Sanae sendiri dipuji Trump karena Jepang telah meningkatkan anggaran pertahanan. Itu berarti Jepang kian banyak belanja senjata ke Amerika.