Dua tahun pertama pernikahan mereka adalah masa-masa yang indah.
Mereka tertawa di dapur kecil, berbagi mie panas saat hujan turun, dan menulis surat cinta kecil di dinding rumah.
Ketika Maria mendapat promosi, Kelvin merayakannya dengan menari di ruang tamu sambil memutar lagu Mandarin lama.
”Cintaku padamu tidak butuh alasan,” kata Kelvin suatu malam, menatap Maria yang tertidur di pangkuannya.
”Kalau hidupku berakhir esok, aku ingin tahu bahwa aku pernah membahagiakanmu.”
Maria tersenyum dalam tidur. Ia tak tahu, kalimat itu kelak menjadi kenangan terakhir yang terus terngiang di hatinyi.
Maria berkata, ”Kalau aku tiada kelak kamu orang pertama yang ada di sisiku”.
Empat tahun berlalu.
Maria dan Kelvin dikaruniai seorang putra mungil bernama Sandy, bayi dengan mata bulat seperti ayahnya dan senyum lembut seperti ibunya.
Hidup mereka terasa sempurna. Setiap sore, Maria menunggu di balkon sambil memeluk Sandy, menantikan Kelvin pulang dengan seragam militernya yang berdebu.
Namun takdir sering kali tidak memilih waktu yang baik untuk memberi ujian.
Suatu pagi, telepon berdering.
Suara di seberang terdengar berat dan kaku.
“Maaf, Nyonya Kelvin…
suami Anda mengalami kecelakaan saat bertugas.
Ia tidak selamat.”
Dunia Maria runtuh dalam sekejap.
Suara di sekelilingnyi lenyap.
Ia jatuh berlutut, memeluk telepon yang dingin, seakan dari sana ia bisa menarik kembali suara suaminyi.
Malam itu, salju turun tipis di luar jendela, putih dan senyap, seperti menutupi semua warna kehidupannyi.
Hari-hari setelah itu berubah menjadi kabut.
Maria berhenti bicara.
Ia datang ke makam Kelvin setiap hari, duduk diam di bangku batu, membaca ulang surat-surat cinta lama.
”Kenapa kamu pergi begitu cepat?” bisiknyi berulang kali.
Satu tahun berlalu. Ia masih menatap foto pernikahan mereka setiap malam.
Senyum Kelvin seolah hidup, tapi tak lagi bisa disentuh.
Suatu hari, ibunyi menelepon dari Jakarta.
”Maria, datanglah ke sini sebentar. Bawa Sandy. Udara di sini hangat, mungkin bisa menyembuhkanmu.”
Maria diam lama, menatap langit Beijing yang kelabu.