Di etalase, jemaah juga dapat melihat Al-Qur-an terjemahan dalam berbagai bahasa. Ada yang terjemahan bahasa Indonesia, Inggris, Korea, dan bahasa lainnya. Sungguh gambaran Islam yang universal.
Percetakan yang berdiri di atas lahan seluas 25 hektar ini setiap tahunnya mencetak 20 juta eksemplar Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur”an yang telah dicetak akan dibagikan kepada jamaah sebagai hadiah, diwakafkan ke masjid atau sekolah tahfidz, dan ada juga yang dijual.
Mushaf Gratis di Akhir Kunjungan

Tak panjang memang jalur yang disediakan bagi pengunjung untuk melihat-lihat suasana percetakan. Hanya sekitar 15 menit, jemaah sudah diarahkan menuju pintu keluar.
Karena digiring ke jalur keluar yang bersisian dengan jalur masuk, pengunjung yang hendak keluar pun bersinggungan langsung dengan jemaah yang hendak masuk. Saling lempar senyum pun terjadi.
Perbedaan bahasa tak jadi soal. Toh, mereka yang berkunjung adalah saudara sesama Muslim. Melihat ras berbeda berada dalam satu gedung, dengan tujuan yang sama, seolah kian menebalkan keimanan. Islam telah menyebar ke penjuru bumi.
Hendra pun demikian. Tak hanya melempar senyum. Ia juga tak sungkan bersalaman dengan jemaah pria yang hendak masuk. Ucapannya selalu sama: “Assalamualaikum brother”. Hanya itu yang dia bisa ucapkan.
Berpanjang-panjang berbahasa Inggris pun belum tentu dimengerti. Bahasa Arab? Hendra tak bisa. Sama seperti kebanyakan jemaah Indonesia yang mengunjungi percetakan hari itu.
Beberapa langkah lagi, kaki Hendra sudah akan tiba di luar gedung percetakan. Momen paling berkesan terjadi di titik ini. Setiap jemaah akan diberi hadiah satu mushaf Al-Qur’an berwarna hijau. Tidak terlalu besar, tapi tak pula kecil.
Jujur, Hendra memang tak rajin mengaji. Membaca kitab sucinya pun masih belum lancar. Mendapat satu eksemplar Al-Qur-an langsung dari percetakan terbesar di dunia melecut motivasinya.
“Mushaf ini berbeda. Saya dapat langsung dari percetakannya di Madinah. Insha Allah saya akan semakin rajin membacanya,” janji Hendra.
Mushaf Al-Qur’an yang dibagikan gratis pada pengunjung itu harganya 50 riyal atau sekitar Rp220 ribu. Tak jauh berbeda dengan harga yang dipatok toko-toko di seputaran Madinah, Jeddah, dan Mekkah.