Meski kini Takaichi tak lagi menyetir sendiri karena protokol pejabat tinggi, Supra kesayangannya tetap mendapat tempat istimewa.
Saat mobil tersebut berhenti digunakan awal 2000-an, ia memilih menyimpannya, bukan menjual.
Tahun lalu, saat ia gagal dalam upaya awal menjadi ketua LDP, dealer Toyota di Nara tempat ia dulu membeli mobil mengambil inisiatif untuk merestorasi mobil itu secara sukarela.
Restorasi ini melibatkan 10 teknisi ahli, mulai dari perbaikan bodi, pengecatan ulang, hingga pembaruan detail interior.
Kini, Supra itu tampil seperti baru dan menjadi bagian dari display spesial di museum kecil milik dealer tersebut. Di samping mobil, terdapat foto-foto Takaichi muda dan perjalanan kariernya yang menginspirasi.
Sosok Takaichi: “Iron Lady” ala Jepang
Tak sedikit yang menyebut Sanae Takaichi sebagai “Margaret Thatcher-nya Jepang”, sosoknya dikenal tegas, konservatif, dan berprinsip kuat.
Ia pernah menyuarakan pandangan kontroversial seperti perempuan sebaiknya mengganti nama keluarga saat menikah, sesuatu yang memancing perdebatan di masyarakat modern Jepang.
Tumbuh di Nara dari keluarga sederhana ayah pegawai swasta dan ibu polisi, Takaichi menapaki jalur politik sejak 1993 sebagai wakil daerah asalnya.
Dan sejak itu, Toyota Supra 1991 miliknya setia menemani dalam senyap, melintasi jalanan Jepang saat kampanye, hingga kini menjadi simbol sejarah pribadi yang tak terlupakan.
Kisah Toyota Supra milik Sanae Takaichi bukan sekadar nostalgia otomotif, tapi gambaran nyata dari seorang pemimpin yang punya prinsip, kerja keras, dan loyalitas bahkan pada sebuah mobil.
Sebuah potret unik dari perdana menteri perempuan pertama Jepang yang menunjukkan bahwa kekuatan tak selalu tampil kaku kadang, ia datang dalam bentuk mobil sport berusia tiga dekade yang terus bersinar.