Para tersangka tersebut diduga terlibat dalam persekongkolan untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan cara menyalahgunakan kewenangan dan memanipulasi kebijakan di tubuh Pertamina.
MRC diduga melakukan pelanggaran hukum dengan menyepakati kerja sama penyewaan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Tangki Merak, serta mengintervensi kebijakan tata kelola Pertamina dengan memasukkan proyek penyewaan terminal tersebut ke dalam rencana kerja, padahal pada saat itu tambahan kapasitas penyimpanan BBM belum dibutuhkan.
Modus utama dalam perkara ini berkaitan dengan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang, mencakup proses jual beli hingga distribusi yang tidak sesuai ketentuan.
Akibat praktik tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp285 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah industri migas Indonesia yang melibatkan sejumlah tokoh penting di sektor energi.