finnews.id- Misophonia merupakan kondisi medis yang membuat penderitanya mengalami reaksi emosional berlebihan terhadap suara-suara tertentu. Bagi sebagian besar orang, suara seperti mengunyah, menyeruput, atau mengetuk pena mungkin terdengar biasa saja. Namun bagi penderita misophonia, suara-suara tersebut dapat memicu rasa marah, cemas, atau jijik yang intens dan sulit dikendalikan.
Melansir dari situs halodoc, meski belum termasuk gangguan resmi dalam klasifikasi psikiatri internasional, misophonia semakin banyak dibicarakan di dunia medis dan psikologi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini terkait dengan cara otak memproses suara, terutama yang berhubungan dengan emosi dan perhatian. Akibatnya, suara pemicu kecil sekalipun dapat menimbulkan respons emosional yang sangat kuat.
Gejala misophonia biasanya muncul sejak usia remaja, meski ada juga yang baru merasakannya di usia dewasa. Penderita sering mengeluhkan kesulitan untuk beraktivitas normal di lingkungan sosial, misalnya saat makan bersama keluarga atau bekerja di kantor yang ramai. Tidak jarang, mereka memilih menghindari situasi tertentu agar tidak terpapar suara pemicu.
Sejauh ini, belum ada pengobatan tunggal yang secara khusus menyembuhkan misophonia. Namun, terapi perilaku kognitif, konseling, serta teknik relaksasi diketahui dapat membantu penderita mengelola reaksi emosionalnya. Selain itu, penggunaan earphone atau alat peredam suara juga menjadi solusi praktis untuk mengurangi ketidaknyamanan sehari-hari.
Para ahli menekankan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai misophonia. Dengan pemahaman yang lebih baik, lingkungan sekitar dapat lebih toleran terhadap penderita yang kerap dianggap “berlebihan” dalam merespons suara. Dukungan sosial yang tepat diharapkan dapat membantu penderita menjalani kehidupan dengan lebih nyaman dan produktif. (*)