Di dalam Wisma ini serasa seperti tidak di Syria. Rindang. Tenang. Damai. Ada kolam renang terawat di halaman depan. Airnya biru jernih menggoda. Ada lapangan tenis. Ada halaman belakang. Tapi olahraga penghuninya: bulu tangkis.
Siang itu kami mendapat sajian lodeh, bakwan, semacam kare, empal, kerupuk, dan sambal. Ini berkah luar biasa –setelah tiga hari kambing, kambing, dan kambing.
—
Wisma ini berada di luar kota. Tapi hanya 15 menit bermobil dari gedung kedutaan. Juga hanya 20 menit dari perbatasan Syria-Lebanon. Strategis. Kalau ada keadaan darurat mudah menuju Lebanon.
Wajid duta besar ketiga atau keempat yang menempati wisma istimewa ini. Lokasinya di lingkungan real estate kelas atas. Semua rumah di kawasan ini seperti itu. Tiap kaplingnya setengah hektare. Pagarnya pohon tinggi padat menjulang.
“Untung rumah ini aman,” ujar Ny Wajid. Maksudnyi: aman di hari revolusi sosial tanggal 7 dan 8 Desember itu. “Padahal tentara yang menjaga di depan wisma sudah kabur. Sudah membuang senjata mereka,” ujarnyi.
Nama Indonesia memang harum di Syria. Tidak pernah ada luka apa pun.
Banyak kedutaan lain yang jadi sasaran amuk masa. Misalnya kedutaan Iran. Atau Tiongkok. Bahkan juga terjadi penjarahan. Tapi aset Indonesia aman-sentosa
Tentu masih ada satu agenda yang lebih sensitif: orang Indonesia yang pernah tergabung dalam pasukan pemberontak. Jumlahnya masih sekitar 100 orang. Pak dubes tidak mau diajak bicara soal ini. Dunia diplomasi harus tahu mana yang dibuka dan mana yang ditutup. Hanya kadang-kadang saja ada yang setengah dibuka. (Dahlan Iskan)