Buku itu berjudul Pemimpin Akhir Zaman Telah Datang. Subjudulnya: Imam Mahdi Telah Hadir di Hadapan Anda.
Buku itu tipis. Tidak sampai 100 halaman. Dua tahun lalu buku itu disempurnakan oleh Indra Syahputra, pengikut nabi Muhammad yang beriman lebih belakangan. Judulnya menjadi Selamat Datang Rasulullah.
Rakhmat sendiri dulunya anggota aliran LDII –Islam Jamaah. Ia tertarik masuk LDII karena intensifnya kajian hadis di situ. Lalu Rakhmat bertemu Al Jabir di masjid Ahmadiyah di Medan.
Di forum Ahmadiyah itu ia lihat ada seorang yang minta diberi waktu untuk pidato. Namanya Al Jabir. Pidatonya bagus. Tentang keharusan ada rasul di setiap kaum agar ada yang ditaati oleh umat.
Sejak itu Rakhmat meninggalkan LDII. Ia menjadi pemeluk nabi Muhammad Medan. Sampai pun menjadi penulis bukunya. Lalu ikut mendeklarasikan kenabian sampai di Makkah. Ikut ditahan.
Rakhmat terus mencari ilmu. Ia kuliah di S-2 UIN Medan. Ia merasa, orang itu, kian berilmu kian jauh dari kenabian Muhammad Medan. Kini ia menjadi tidak percaya apa saja –kecuali ilmu pengetahuan. Bahkan ia bermaksud mendirikan kelompok manusia berpikir bebas di Medan: Minda Merdeka.
Dalam rangka itulah Al Makin mereka undang ke Medan.
Nama Al Makin dikenal luas di kalangan intelektual Medan. Ia pernah berbulan-bulan di Sumut. Ia melakukan penelitian mengenai nabi-nabi yang pernah ada di kalangan masyarakat Batak. Ternyata banyak juga nabi di Batak. Sebelum Batak menjadi Kristen.
Sisingamaraja, menurut Al Makin, adalah nabi. Demikian juga Parhu Dam Dam. Lalu yang lebih terkenal lagi: nabi Nasiak Bagi.
“Semua nabi di Batak memusuhi Belanda,” ujar Al Makin. Memusuhi bule. Tentu bule Jerman yang menyebarkan Kristen di tanah Batak juga dianggap Belanda.
Para nabi Batak itu membawa agama Malin. Pengikut agama itu disebut Parmalin. Itulah agama asli di Batak.
“Seberapa serius kenabian Muhammad Medan ini?” tanya saya kepada Prof Makin.
“Masih jauh dibanding nabi nabi yang pernah ada di Indonesia. Mushodiq dan Lia Eden lebih nabi dari nabi Muhammad ini,” ujarnya. Menurut Al Makin pemikiran Al Jabir masih sangat tarekat. “Hanya saja sudah lebih dalam dari tarekat,” tambahnya.