Catatan Dahlan Iskan

Nabi Baru

Bagikan
Nabi Baru
Bagikan

Belum sampai khotbah itu selesai, polisi kian banyak. Mereka ditangkap. Diborgol. Tangan. Kaki. Dimasukkan mobil. Ditahan.

Selama 28 hari mereka tidak bisa mandi. Tidak ganti baju. Borgol terkunci permanen di tangan dan kaki. Jubahnya sudah disita. Pun tongkatnya. Tinggal baju putih panjang lengan panjang. “Sampai warnanya menjadi hijau berlumut,” ujar Harmain.

Mereka beberapa kali diambil darah. Diperiksa. Kelihatannya akan dilihat apakah ada ditemukan kelainan jiwa. Hasilnya: sehat semua.

Di setiap pemeriksaan mereka tetap berpegang pada ayat bahwa harus ada nabi dan rasul di setiap kaum. Atau ayat akan turunnya Imam Mahdi –dan itu Al Jabir.

Bahwa nama Imam Mahdi itu Al Jabir dari Medan, mereka berhujah apa bedanya dengan ayat tentang akan munculnya nabi bernama Ahmad dan yang muncul kemudian ternyata bernama Muhammad SAW.

Mereka juga berhujah bahwa setiap zaman harus muncul rasul dan nabi. Untuk memperbaiki akhlak yang rusak –seperti sekarang ini.

“Kenapa harus ada nabi. Kan sudah ada ulama?” tanya saya.

“Tidak ada perintah dalam Quran untuk mengikuti ulama. Yang ada adalah perintah untuk mengikuti Allah dan rasul,” ujar Harmain. Apalagi pendapat ulama berbeda-beda. Beda tafsir. Beda kepentingan.

Maka, menurut logika mereka, harus ada rasul. Barulah ummat menjadi baik lantaran ada perintah langsung Quran untuk taat kepada Allah dan rasul.

Logika mereka begitu. Keberadaan rasul suatu keharusan agar ada yang ditaati.

Saya pun beralih ke soal pribadi nabi Muhammad.

“Waktu kuliah dulu siapa yang menyuruh nabi Muhammad pilih prodi fisika murni?” tanya saya.

“Saya sendiri. Waktu SMP saya suka biologi. Waktu SMA sangat suka fisika. Lalu masuk fisika di USU,” katanya.

“Semua nabi dan rasul kan punya kitab suci. Apakah sudah punya kitab suci?” tanya Al Makin. Guru besar UIN Yogyakarta ini baru pulang mengajar tiga bulan di Kyoto. Ia orang Bojonegoro. Warga NU. Pernah mondok di Tambak Beras, Jombang. SMA-nya di Madrasah Aliyah Negeri Jember.

Nabi Muhammad Medan ini ternyata belum menerbitkan kitab suci. Kitab yang pernah diterbitkan mirip kumpulan hujah kenabiannya saja. Yang menyusun kitab itu Rakhmat Syawal. Sudah lama terbit. Saat Rakhmat masih mahasiswa di sebuah sekolah tinggi agama di Yogya. Kini Rakhmat baru selesai S-2 di UIN Medan, menunggu wisuda.

Bagikan
Artikel Terkait
Cicilan Kedua
Catatan Dahlan Iskan

Cicilan Kedua

Oleh: Dahlan Iskan Reshuffle cicilan kedua sudah terjadi kemarin: Erick Thohir turun...

Crowding Out
Catatan Dahlan Iskan

Crowding Out

Kredit perumahan, misalnya, akan bisa membuat ekonomi di bawah bergerak: tukang-tukang batu...

Benih Sapujagat
Catatan Dahlan Iskan

Benih Sapujagat

Oleh: Dahlan Iskan Orang Tiongkok itu masih di Jakarta. Orang Indonesia itu...

Cekikan Ekonomi
Catatan Dahlan Iskan

Cekikan Ekonomi

Langkah memindahkan dana seperti itu bisa dianggap kurang prudent –di situ keunggulan...