Setelah menjabat dirjen di Kemenlu, Djauhari mendapat tugas jadi duta besar di Rusia. Saat mengakhiri tugas di Moskow, Djauhari ingin tahu Tiongkok. Bersama istri ia putuskan naik kereta trans-Siberia. Dari Moskow ke Beijing. Di musim puncak salju. Februari.
Perjalanan itu memakan waktu enam hari. Hanya salju di kanan kiri. Berhenti di 36 stasiun. Termasuk ketika kereta harus ganti roda –18 gerbong ganti roda semua. Perbedaan lebar rel Rusia dan Tiongkok menyebabkan jarak kanan-kiri roda harus sedikit didekatkan. Ukuran rel di Rusia sama dengan Eropa: lebih lebar.
Kami pun ingin pamit. Pak Dubes sudah harus siap-siap ke bandara.
“Minum kopi dulu. Masih ada sedikit waktu,” katanya.

Saya juga masih harus bertanya beberapa hal. Soal meningkatkan penjualan durian Indonesia di pasar Tiongkok. Soal ekspor sarang burung kita yang kembali terganggu: delapan eksporter kita curang lagi. Untung yang di-black list hanya delapan eksporter yang di sarang burungnya ditemukan bahan kimia berbahaya.
Begitu sulit meyakinkan Tiongkok agar memaafkan masa lalu sarang burung Indonesia. Begitu berhasil ternoda lagi.
“Apakah ekspor porang juga kembali ternoda?”
“Tidak. Masih baik-baik saja,” katanya.
Memang nilai ekspor sarang burung tidak dominan lagi. Ekspor kita yang lain-lain jauh menyalip sarang burung. Ekspor air kelapa, santan kelapa, Indomie, kerupuk udang ,dan barang olahan lain kian besar.
“Saya juga bisa beli keripik singkong di sini,” ujar Jagaddhito. “Lewat aplikasi Tao Bao,” tambahnya. “Lebih murah lagi kalau lewat Ping Duo-duo,” katanya.
“Benar. Itu laris sekali,” sahut Janet sambil membuka aplikasi keripik singkong.
“Apakah di situ tertulis sebagai produk Indonesia?”.
“Iya. Produk Indonesia,” ujar Janet.
Kami ngobrol sambil minum kopi Gayo. Atau kopi Toraja?
Wiwik Oratmangun meraih mikrofon. Dia menyanyikan lagu Mandarin wo ti xin –suaranyi merdu sekali. Dia pelukis dan penyanyi.