Sekian tahun setelah kudeta, pelan-pelan demokrasi pulih di Brasil. Tokoh kiri mulai muncul lagi. Menguat: Lula da Silva. Ia ketua serikat buruh metal. Lula pun terpilih sebagai presiden Brasil di tahun 2003. Lalu terpilih lagi sampai 2011.
Selama delapan tahun di tangannya Brasil maju sekali. Brasil keluar dari kategori negara miskin.
Tahun 2017 Lula dikriminalisasi. Dituduh korupsi. Ia masuk penjara: dua tahun. Menjelang bebas Lula maju jadi capres. Ditolak. Setahun kemudian ada putusan Mahkamah Agung Brasil. Lula dinyatakan tidak bersalah. Ia bebas dari urusan kriminal.
Maka tahun 2022 Lula maju lagi sebagai capres. Terpilih di tahun 2023. Brasil kembali ke pemerintahan kiri.
UUD Brasil memang membatasi masa jabatan presiden dua periode berurut.
Dua periode pertama sudah ia lewati. Sekarang ini adalah periode pertama di masa jabatan baru. Berarti tahun 2026 Lula masih bisa maju lagi sebagai Capres.
Kini Lula menerima ujian berat: dikenakan tarif 50 persen dari Presiden Trump. Berat sekali. Amerika adalah tujuan ekspor utama Brasil. Ia minta segera ada pertemuan tingkat tinggi BRICS. Salah satu agendanya: membawa kebijakan Trump ke badan perdagangan dunia WTO.
Lula kelihatan lebih hati-hati dibanding Narendra Modi dari India. Lula masih belum mau membalas tarif Trump itu dengan tit-for-tat.
Dalam logika Lula, yang akan terkena tarif Trump itu adalah perusahaan Brasil. Ia pun menerima masukan bisa saja Brasil membalas dengan mengenakan pajak tinggi pada perusahaan Amerika di Brasil. Tapi Lula belum mau bicara itu.
Lula juga belum mau bertemu Trump. Pun meneleponnya. Ia tidak mau jadi korban ketiga: dihinakan oleh Trump seperti Presiden Ukraina dan Presiden Afrika Selatan. Ia hanya mau bertemu seorang presiden yang saling menghormati.
Meski Brasil negara terbesar di Amerika Selatan tapi Amerika menganggap Brasil negara kecil. Yang di mata Trump bisa dihinakan. “Saya tidak mau bicara dengan Trump kalau itu hanya akan menghinakan diri saya sendiri,” katanya.
Lula mengatakan siap bicara dengan Trump. Kapan saja. “Tapi, feeling saya, Trump belum siap diajak bicara,” tambahnya.