finnews.id – Pelaku pasar kripto disarankan untuk fokus pada strategi trading jangka pendek di tengah potensi pelonggaran kebijakan moneter global. Hal ini disampaikan oleh Christopher Tahir, Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar, Jumat.
Menurut Christopher, meskipun ada harapan penguatan harga kripto, ruang geraknya cenderung terbatas di semester II-2025. Sentimen utama saat ini masih berkisar pada potensi pelonggaran moneter oleh bank sentral, meskipun ancaman perang dagang global belum sepenuhnya mereda.
“Masih ada ruang untuk berlanjut (menguat), namun akan cenderung terbatas. Gunakan momentum untuk trading jangka pendek,” ujar Christopher.
Tekanan pada The Fed dan Minimnya Katalis
Christopher menyoroti adanya tekanan bagi bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), untuk memangkas tingkat suku bunga acuannya. Hal ini terjadi di tengah kekhawatiran akan potensi peningkatan inflasi yang dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Saat ini, pasar kripto disebut masih minim katalis pendorong signifikan. “Untuk saat ini masih minim katalis pendorong, sedangkan pasar lebih memilih pasar yang konvensional untuk berinvestasi,” tambahnya.
Pada Jumat (25/07) pukul 18.05 WIB, harga Bitcoin, aset kripto terbesar di dunia, terpantau berada di level 116.454 dolar AS per koin atau setara sekitar Rp1,90 miliar (kurs Jisdor Rp16.325 per dolar AS). Sementara itu, Ethereum, kripto terbesar kedua, berada di level 3.726 dolar AS per koin atau sekitar Rp60,83 juta.
Perang Dagang dan Pertemuan FOMC Jadi Sorotan
Terkait perang dagang, AS telah mencapai kesepakatan dengan beberapa negara mitra dagangnya dan berpotensi segera mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa (UE). Perkembangan ini dapat memengaruhi sentimen pasar secara global.
Fokus investor juga akan tertuju pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed yang dijadwalkan pada 29 dan 30 Juli 2025. Dalam pertemuan ini, The Fed akan menentukan kebijakan terkait suku bunga acuannya.