finnews.id — Partai Gerindra hingga kini belum mengambil sikap resmi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dan daerah mulai tahun 2029 mendatang.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus politisi Gerindra, Bahtra Banong, menyebut partainya masih akan mengkaji secara mendalam dampak putusan tersebut.
“Kami tidak mau gegabah dalam merespons isu strategis ini. Gerindra akan lebih dulu meminta masukan para ahli dan melakukan kajian mendalam,” ujar Bahtra pada Sabtu, 5 Juli 2025.
Ia menambahkan, partainya juga membuka ruang partisipasi publik agar suara masyarakat dapat diakomodasi demi mewujudkan Pemilu yang semakin baik dan berkualitas.
“Kami terus menampung aspirasi dari seluruh elemen masyarakat,” tegasnya.
Senada, Wakil Ketua Komisi II DPR RI lainnya, Aria Bima, mengatakan pihaknya masih menampung berbagai pandangan publik dan tengah menyusun simulasi terkait mekanisme pemisahan pemilu berdasarkan putusan MK tersebut.
“Komisi II terus belanja informasi dari cendekiawan, budayawan, rohaniawan, politisi, akademisi, baik dari dalam maupun luar kampus,” kata Aria, dikutip dari laman resmi DPR RI.
Menurut Aria, langkah ini juga menjadi bagian evaluasi penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, baik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada. Evaluasi rutin lima tahunan ini, lanjut dia, penting untuk menyempurnakan regulasi dan mendorong kualitas demokrasi nasional.
“Demokrasi tidak bisa langsung sempurna, tetapi harus terus diperbaiki dari satu pemilu ke pemilu berikutnya,” jelasnya.
Aria juga mengungkapkan Komisi II sedang mengkaji dua model pemisahan pemilu: horizontal dan vertikal.
- Pemisahan horizontal, misalnya memisahkan pemilu eksekutif dan legislatif. Pemilu eksekutif bisa dilaksanakan serentak, mencakup Pilpres dan Pilkada provinsi/kabupaten/kota, sedangkan pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD) digelar di waktu lain.
- Pemisahan vertikal, yakni menggelar pemilu nasional (Pilpres, DPR RI, DPD) lebih dulu, kemudian baru pemilu daerah (Pilkada, DPRD provinsi/kabupaten/kota).
Menurut Aria, ini penting agar pemilu tidak saling memengaruhi. “Kemarin banyak yang menyebut Pilkada rasa Pilpres karena momentum Pilpres memengaruhi konstelasi Pilkada,” tuturnya.