Catatan Dahlan Iskan

Bukhari Sukarno

Bagikan
Bukhari Sukarno
Salah satu adegan dalam pementasan tablo teater Imam Al-Bukhari & Sukarno di Balai Budaya, Alun-Alun Surabaya, Sabtu, 27 Juni 2025. -FOTO: MOCH SAHIROL-HARIAN DISWAY-
Bagikan

Rupanya sejak mimpi itu Bung Karno ingin ziarah ke makam Imam Bukhari. Bung Karno berhasil mendikte negara adikuasa sebagai syarat mau menerima undangannya.

Nama Bung Karno memang mendunia di tahun itu. Setahun sebelumnya Bung Karno sukses menyelenggarakan KTT Asia Afrika di Bandung. Uni Soviet ingin menarik Bung Karno ke orbitnya agar tidak ditarik ke orbit adikuasa satunya: Amerika Serikat.

Maka setelah ke Moskow dan St Petersburg, Bung Karno ke Tashkent, ibu kota Uzbekistan. Dari teater ini saya baru tahu: perjalanan Bung Karno dari Tashkent ke Samarkand ternyata naik kereta.

Saya ke Samarkand naik pesawat. Ikut pesawat kepresidenan Soeharto. Tahun 1989. Di tahun 1956 belum ada pesawat dari Tashkent ke Samarkand.

Adegan Bung Karno dan rombongan naik kereta api cukup menarik. Di situ delegasi Indonesia kelihatan naik kereta ekonomi. Di zaman itu tidak ada kelas eksekutif. Pilihannya hanya dua: ekonomi atau kereta malam –ada tempat tidur susun. Yang terakhir itu hanya untuk jarak jauh.

Kereta api Tashkent-Samarkand ”hanya” enam jam. Zaman itu masih pakai lokomotif yang dijalankan dengan batu bara. Benar-benar masih kereta api. Lokomotif diesel memang sudah ada tapi baru mulai ada. Baru untuk jalur-jalur utama.

Dari adegan di makam Imam Bukhari saya juga baru tahu: Bung Karno berziarah di malam hari yang gelap. Anda pun belum tahu: Bung Karno memasuki makam itu dengan ”laku ndodok”. Yakni berjalan dalam posisi jongkok.

Jalan model begini biasa dilakukan di keraton Jawa. Juga saya lakukan di masa kecil –saat akan mendekati nenek atau orang yang dituakan. Di setiap Lebaran, anak-anak muda harus bisa melakukan ini di acara sungkeman halal bihalal. Yang tidak bisa akan jadi bahan tertawaan dan olok-olok. Wanita lebih sulit melakukannya karena pakai kain jarit kebaya.

Saya terkesan dengan cara Bung Karno dan para menterinya laku ndodok di makam itu. Termasuk menteri J. Laimena yang bukan Jawa dan bukan Islam. Sutradara Ahmad Fauzi dan produser Restu Imansari berhasil menciptakan adegan ”laku ndodok” dengan uniknya –lebih unik dari aslinya.

Bagikan
Artikel Terkait
Batu Danantara
Catatan Dahlan Iskan

Batu Danantara

Umur Kementerian BUMN ternyata lebih pendek dari yang saya perkirakan. Saya pikir...

Batu Danantara
Catatan Dahlan Iskan

Batu Danantara

Oleh: Dahlan Iskan Umur Kementerian BUMN ternyata lebih pendek dari yang saya...

Mendadak Dapil
Catatan Dahlan Iskan

Mendadak Dapil

Sayalah yang justru kesusu pulang. Saya memang masih harus ke Lebanon, tapi...

Santri Mandarin
Catatan Dahlan Iskan

Santri Mandarin

Oleh: Dahlan Iskan Santri dari berbagai pondok pesantren akan lomba pidato melawan...