finnews.id – Pemerintah Indonesia semakin serius dalam mewujudkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang adil dan merata. Salah satu langkah strategisnya adalah melalui penerbitan sertifikat hak pakai bagi masyarakat di atas lahan negara. Baru-baru ini, Badan Bank Tanah menerbitkan empat sertifikat hak pakai kepada warga di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja, menyebut langkah ini sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menghadirkan keadilan ekonomi dan legalitas pertanahan bagi masyarakat sekitar IKN.
“Ini adalah awal dari janji dan komitmen kami dalam mewujudkan keadilan ekonomi di bidang pertanahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Parman dalam keterangan resminya, Rabu, 28 Mei 2025.
Penerbitan sertifikat ini merupakan bagian dari implementasi reforma agraria tahap pertama di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Bank Tanah. Kebijakan ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021, yang menginstruksikan agar minimal 30 persen tanah negara yang dikelola Badan Bank Tanah diperuntukkan bagi program reforma agraria.
Total ada 129 warga yang menjadi subjek reforma agraria di tahap awal ini, dengan 75 di antaranya telah menandatangani perjanjian pemanfaatan tanah. Sisanya akan menyusul secara bertahap. Dengan sertifikat hak pakai yang berlaku selama 10 tahun, warga kini memiliki legalitas untuk mengelola tanah secara produktif dan berkesempatan mengubah status lahan tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) jika memenuhi ketentuan.
Team Leader Project Reforma Agraria PPU, Syafran Zamzami, menjelaskan bahwa manfaat dari reforma agraria tidak hanya sebatas kepastian hukum, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat.
“Mereka mendapat peningkatan value dari tanahnya serta akan mendapat manfaat ekonomi dari hasil tanah yang mereka garap,” ujarnya.
Program ini melibatkan banyak pihak, mulai dari Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Kementerian ATR/BPN, Forkopimda, hingga pemerintah daerah. Kolaborasi lintas lembaga ini menjadi kunci agar pelaksanaan reforma agraria berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik baru.
Parman menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi. Ia menyebut keberhasilan ini sebagai “pecah telur” pertama dari implementasi reforma agraria di kawasan IKN.
Penting untuk dicatat bahwa strategi ini bukan hanya upaya redistribusi tanah, tetapi juga bagian dari visi besar pemerintah dalam membangun IKN yang inklusif. Pemerintah tidak ingin masyarakat lokal sekadar menjadi penonton dari geliat pembangunan ibu kota baru. Melalui reforma agraria, masyarakat diberi peran aktif untuk ikut serta dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah.
Salah satu warga penerima sertifikat, Sugeng Waluyo (31), mengaku sangat bersyukur dengan legalitas lahan yang kini ia miliki. Ia berencana menggarap lahan tersebut untuk budidaya sawit dan berharap bisa meningkatkan status tanahnya menjadi SHM di masa mendatang.
“Alhamdulillah akhirnya tercapai dari yang sudah ditunggu. Kami sudah tanda tangan perjanjian untuk 10 tahun. Harapannya ke depan bisa bantu ekonomi keluarga dan jadi SHM. Terima kasih Badan Bank Tanah,” ujarnya.
Pemberian akses tanah melalui reforma agraria membuktikan bahwa pembangunan IKN tidak melulu soal infrastruktur megah, tetapi juga soal keadilan dan kesejahteraan rakyat. Tanah kini bukan hanya sekadar aset fisik, tapi simbol dari harapan dan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat lokal. (*)