Catatan Dahlan Iskan

Naik Apollo

Bagikan
Bagikan

Satu mobil boleh diisi tiga orang. Tiga-tiganya di kursi belakang. Ada tiga sabuk pengaman di situ.

Maka kami pun masuk bertiga bertiga. Yang lima orang lagi menunggu giliran mobil kami kembali ke pangkalan.

Setelah kami bertiga duduk mobil belum mau berjalan. Kami harus mengenakan sabuk pengaman. Setelah itu barulah muncul beberapa pilihan di layar sentuh. Di antaranya ”start” dan ”SOS”.

Kami menyentuh tanda ”start”. Mobil pun berjalan. Dua penumpang sebelah saya exciting. Berfoto. Bervideo. Terutama ketika berbelok. Setirnya berputar sendiri seperti ada hantu yang memutarnya.

Saya sendiri sibuk mengingat-ingat apa beda dengan yang saya naiki di San Francisco tahun lalu. Tidak beda. Rasanya sudah lebih tidak khawatir apa-apa.

“Mobil tanpa pengemudi ini lebih disiplin. Lebih taat pada aturan lalu lintas. Dibanding mobil yang berpengemudi,” ujar staf Apollo yang menerima kedatangan kami.

Karena itu tidak pernah ada kecelakaan yang diakibatkan kesalahan Apollo. Ia sensitif sekali. Pun ketika, suatu saat, ada rombongan kambing melintas di jalan raya. Aman.

Kenapa ada kambing melintas di jalan raya Wuhan?

“Wuhan ini kota pedalaman. Masih banyak lahan pertanian,” katanya.

Saya sudah beberapa kali ke Wuhan. Kali pertama ke Wuhan sekitar tahun 2000. Ke pabrik turbin. Lalu beberapa kali ke sana lagi. Setelah membanding-bandingkan dengan produksi kota lain, akhirnya saya membeli tiga turbin uap dari Wuhan.

Terakhir ke Wuhan tahun lalu. Setelah acara pokok selesai saya minta diantar ke pasar Wuhan. Yakni pasar yang kali pertama ditemukan virus Covid-19. Saya tidak bisa melihat apa-apa. Pasar itu dipagari seng.

Saya juga minta diantar ke rumah sakit darurat Covid-19 yang terkenal itu: dibangun hanya dalam waktu satu minggu. Ternyata juga sudah dipagar. Sudah lama tidak dipakai lagi. Rumput di area itu sudah meninggi. Wuhan sudah lama kembali normal.

Malam hari kami rekreasi: naik kapal pesiar. Mengarungi sungai Changjiang (Yangtze). Sungai terpanjang ketiga di dunia itu memang membelah kota Wuhan. Kanan kiri sungai penuh dengan gedung pencakar langit. Di malam hari semua gedung gemerlap oleh lampu hias yang masif. Begitu indah Wuhan di malam hari. Lupalah kalau di sini pernah terjadi pandemi terparah di dunia.

Bagikan
Artikel Terkait
Catatan Dahlan Iskan

Bawang Merah

“Bu, jangan rebus lagi,” pinta saya pura-pura tidak rakus. “Memanfaatkan sisa air...

Sanae Takaichi bersama Donald Trump di kapal induk Amerika Serikat
Catatan Dahlan Iskan

Air Besi

Tapi Shinzo tewas ditembak 8 Juli 2022. Di Nara. Yakni saat kampanye...

Catatan Dahlan Iskan

Cahaya Adharta

Ia terkena long Covid: pendengarannya terganggu. “Stereo di telinga saya tidak berfungsi....

Catatan Dahlan Iskan

Marah Iklan

Awalnya tarif yang dikenakan ke Kanada 25 persen. Hanya bidang tertentu yang...