finnews.id – Kasus suap yang melibatkan empat hakim dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali mempertanyakan integritas penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana mungkin para penegak hukum justru menjadi pelaku kejahatan?
Nurmadi H. Sumarta, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Solo, menyatakan kekesalannya. “Apa yang salah dengan penegakan hukum kita? Apalagi ini dilakukan oleh para penegak hukum,” ujarnya. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia memberlakukan hukuman mati dan perampasan aset bagi koruptor untuk menciptakan efek jera.
Kasus Suap yang Memalukan
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka, yaitu:

- Muhammad Arif Nuryanta (Mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat)
- Djuyamto (Ketua Majelis Hakim)
- Agam Syarief Baharuddin (Anggota Majelis)
- Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc)
Keempatnya di duga menerima suap Rp60 miliar untuk memuluskan vonis onslag (bebas) dalam kasus korupsi CPO yang melibatkan tiga perusahaan besar: PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Selain hakim, empat orang lain juga di tetapkan sebagai tersangka, termasuk pengacara korporasi dan pejabat pengadilan.
Perampasan Aset: Langkah Nyata Pemulihan Kerugian Negara
Nurmadi menegaskan bahwa perampasan aset harus menjadi bagian dari hukuman korupsi. “Hukuman ini di harapkan bisa memberikan efek jera bagi para pelaku. Bahkan bisa ikut mencegah korupsi berulang dan membuat takut orang melakukannya,” jelasnya.
Dengan merampas aset hasil korupsi, negara tidak hanya menghukum pelaku tetapi juga mengembalikan kerugian finansial. Langkah ini bisa memperkuat efek deterrensi—siapa pun yang berniat korupsi akan berpikir dua kali jika hartanya bisa di sita.
Hukuman Mati: Perlukah Diterapkan?
Selain perampasan aset, Nurmadi juga mendorong hukuman mati untuk koruptor. Meski kontroversial, hukuman ini di yakini mampu menekan angka korupsi secara signifikan. Beberapa negara seperti China telah menerapkannya dan menunjukkan hasil yang cukup efektif.
Namun, pertanyaannya: Siapkah Indonesia mengambil langkah tegas ini? Ataukah korupsi akan terus menjadi lingkaran setan yang sulit di putus?
Penutup
Kasus suap hakim dalam perkara CPO adalah tamparan keras bagi sistem peradilan Indonesia. Perampasan aset dan hukuman mati bisa menjadi solusi, tetapi perlu dukungan penegakan hukum yang konsisten. Tanpa itu, korupsi akan tetap tumbuh subur, merugikan rakyat, dan merusak kepercayaan publik. **