finnews.id – Putaran kedua pembicaraan mengenai program nuklir Iran akan segera digelar di Roma, Italia, pada Sabtu (19/4/2025). Pertemuan ini menjadi sorotan dunia, terutama setelah putaran pertama di Muscat, Oman, disebut membuahkan hasil positif. Namun, di balik optimisme tersebut, masih ada sejumlah tantangan yang harus diatasi.
Dialog yang Lebih Panjang dari yang Diumumkan
Sebelumnya, pada Sabtu (12/4/2025), dua negosiator kunci—utusan AS Steve Witkoff dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi—ternyata berbicara lebih lama dari yang di ungkapkan ke publik. Sebuah sumber yang mengetahui jalannya pertemuan mengungkapkan bahwa diskusi berlangsung sekitar 45 menit dan di gambarkan sebagai “substantif, serius, dan luar biasa.”
Namun, pertemuan itu tidak berjalan mulus. Delegasi Iran menyampaikan kekhawatiran mereka atas keputusan AS di masa lalu, terutama ketika Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA). Mereka khawatir sejarah akan terulang. Di sisi lain, AS juga masih meragukan komitmen Iran dalam membatasi program nuklirnya.
Tuntutan AS dan Harapan Iran
Pemerintah AS mendesak Iran untuk segera mengambil langkah nyata guna menjauhkan program nuklirnya dari pengembangan senjata. Salah satu opsi yang di sebutkan adalah “mencampur” stok uranium yang telah di perkaya hingga 60%—tingkat yang sangat dekat dengan kemurnian senjata nuklir.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan bahwa tujuan utama mereka adalah pencabutan sanksi ekonomi yang selama ini memberatkan. Mediator dari Oman, meski tidak menjadi tuan rumah kali ini, tetap akan hadir untuk memfasilitasi dialog.
Yang menarik, pertemuan di Roma kemungkinan akan menggunakan format baru: pejabat Iran dan AS mungkin duduk dalam satu ruangan, berbeda dengan pertemuan sebelumnya yang di lakukan secara tidak langsung.
Mengapa Program Nuklir Iran Begitu Krusial?
Isu nuklir Iran bukan sekadar persoalan bilateral antara Teheran dan Washington. Dampaknya bisa memengaruhi stabilitas global, khususnya di Timur Tengah.
- Ancaman bagi Israel
Iran dan Israel telah lama berseteru. Banyak analis memperingatkan bahwa jika Iran memiliki senjata nuklir, hal itu bisa memicu perlombaan senjata di kawasan. Bahkan, serangan nuklir ke Israel—meski kecil kemungkinannya—bisa berbalik menghancurkan Iran sendiri. - Efek Domino di Kawasan
Negara-negara seperti Arab Saudi bisa terdorong untuk mengembangkan senjata nuklir sendiri jika Iran melakukannya terlebih dahulu. - Risiko Salah Hitung
Ketegangan yang tinggi meningkatkan peluang kesalahan penilaian, yang bisa berujung pada konflik terbuka.
JCPOA dan Masa Depan Perundingan
Perjanjian nuklir Iran 2015 (JCPOA) sejatinya di rancang untuk mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi. Namun, keputusan Trump menarik AS dari kesepakatan itu pada 2018 membuat hubungan kedua negara kembali memburuk.
Kini, dengan terpilihnya Trump untuk kedua kalinya, AS menyatakan kesediaannya kembali bernegosiasi. Pertemuan di Roma menjadi ujian apakah kedua pihak bisa memulihkan kepercayaan dan menemukan solusi yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Perundingan nuklir Iran di Roma menjadi momen krusial bagi stabilitas global. Meski ada kemajuan dalam dialog, jalan menuju kesepakatan masih panjang. Keberhasilan tidak hanya di tentukan oleh teknis program nuklir, tetapi juga kemampuan kedua belah pihak untuk mengatasi ketidakpercayaan yang telah mengakar. **