finnews.id – Dua mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tidak berkomentar usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit.
Mantan Direktur LPEI Hadiyanto selesai menjalani pemeriksaan dan keluar dari gedung pada pukul 15.49 WIB.
Hadiyanto yang juga merupakan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan tidak menjawab satu pun pertanyaan para jurnalis.
Kemudian, pada pukul 18.14 WIB, mantan Direktur LPEI Robert Pakpahan keluar dari Gedung Merah Putih KPK.
Robert yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu juga enggan menjawab pertanyaan para jurnalis.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan bahwa penyidik institusinya memeriksa Hadiyanto dan Robert Pakpahan pada Kamis ini.
“Atas nama H, mantan Direktur LPEI; dan RP, mantan Direktur LPEI,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada jurnalis di Jakarta, Kamis 10 April 2025.
KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni dua orang dari LPEI dan tiga orang dari pihak debitur PT Petro Energy.
Dua tersangka dari LPEI, yakni Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Adapun tiga tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PEJimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Kasus tersebut diduga bermula dari terjadinya benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur dari PT PE, yakni dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP, dan tetap memerintahkan bawahannya untuk memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
PT PE lantas diduga memalsukan dokumen purchase order (pesanan pembelian), dan invoice (faktur) yang mendasari pencairan fisik. Pemberian kredit tersebut lantas mengakibatkan kerugian bagi negara sebanyak 18,07 juta dolar AS, dan Rp594,144 miliar.