“Dalam keadaan tertekan, siapa pun akan merasa terobati saat mendapat apresiasi seperti itu,” ungkap Dadang.
Menurutnya, kehadiran Dedi Mulyadi yang mengundang pihak Dinashub ke Gedung Pakuan, serta inisiasi pemberian bantuan kepada sopir angkot, adalah bentuk perhatian yang menyentuh hatinya sebagai aparatur sipil negara.
Gubernur pun menegaskan bahwa tangisan Dadang adalah wujud keterharuan, bukan ekspresi penyesalan atau rasa bersalah seperti yang di gaungkan oleh sebagian warganet.
“Netizen sudah curiga duluan. Padahal itu tangisan karena di hargai dan di apresiasi. Tapi malah di asumsikan yang negatif,” ujar Dedi, yang juga mengunggah video tersebut di Instagram-nya dengan keterangan, “Kang Emen soal salah ucap dan Pak Dadang soal tangisan, clear lagi ya.”
Penekanan pada Klarifikasi
Gubernur Dedi Mulyadi juga mengingatkan pentingnya Emen untuk memberikan keterangan sebenar-benarnya kepada pihak kepolisian, dalam hal ini Polres Bogor, yang sedang menyelidiki kasus ini. Ia menggarisbawahi bahwa isu pungli dan pemotongan dana adalah isu sensitif yang sangat mudah menyulut emosi publik, terutama jika di kaitkan dengan aparat pemerintah daerah.
“Publik mudah mengidentikkan petugas Dinashub dengan pungli, bahkan jika itu hanya asumsi. Maka, keterbukaan informasi adalah kunci,” tegasnya.
Polemik yang semula menyulut perdebatan kini mulai menemukan titik terang. Pertemuan antara Emen, Dadang, dan Gubernur Dedi Mulyadi menjadi panggung klarifikasi terbuka yang memperlihatkan sisi manusiawi dari semua pihak. Salah paham yang sempat memicu tuduhan kini perlahan terurai. Dan di balik tangisan Dadang Kabid Dinashub Bogor, ada harapan bahwa kebenaran tetap punya tempat di tengah derasnya arus opini publik.