finnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil adik Pengacara Febri Diansyah, Fathroni Diansyah. Fathroni dipanggil sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kavling 4 atas nama FD (Fathroni Diansyah),” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Selasa 8 April 2025.
Sebelumnya, KPK memanggil Fathroni dalam kasus TPPU dengan tersangka SYL pada Kamis 27 Maret 2025. Tak banyak menanggapi pertanyaan wartawan usai diperiksa, Fathroni menyerahkan kepada penyidik KPK
“Kalau itu mungkin tanya ke Pak Rossa ya Penyidik,” ujar Fathroni pada Kamis 27 Maret 2025.
Dalam hal ini, Tessa menjelaskan pemeriksaan Fathroni terkait penggelesahan di Kantor Visi Law Office.
“Didalami terkait beberapa dokumen hasil penggeledahan dari kantor Visi Law Office, yang di antaranya dokumen konfirmasi biaya bantuan hukum kepads Syahrul Yasin Limpo dan kawan-kawan,” jelas Juru Bicara KPK, Tessa Maharhdika pada Jumat 29 Maret 2025.
Diberitakan sebelumnya, Febri menjelaskan adiknya itu sempat menjalankan tugas magang advokat di Visi Law Office, kantor hukum yang didirikannya bersama aktivis antikorupsi Donal Fariz pada Oktober 2020 lalu.
Mereka bersama dengan partner Visi Law Office yang merupakan mantan pegawai KPK yakni Rasamala Aritonang yang sempat menjadi pengacara SYL baik di tahap penyelidikan maupun penyidikan kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.
“Fathroni Diansyah adalah adik kandung saya. Saat pendampingan hukum kasus SYL, dia sedang menjalankan tugas magang Advokat di Visi Law Office. Barulah sejak akhir 2024 ini, kami mendirikan Diansyah and Partner Law Firm,” kata Febri, Senin 24 Maret 2025.
Dalam hal ini, KPK telah menggeledah Visi Law Office yang berlokasi di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dalam penggeledahan ini, ia menyita sejumlah dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE) diduga terkait perkara.
Adapun SYL telah divonis bersalah atas kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Ia dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.
Pada Jumat 28 Februari 2025, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi SYL dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti.
Majelis hakim kasasi menghukum SYL untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 (Rp44 miliar) ditambah US$30.000 dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara.
(Ayu Novita)