finnews.id – Muslim Jaya Butar Butar, kuasa hukum Ridwan Kamil, akhirnya buka suara menanggapi pernyataan pihak LM yang mengaku memiliki anak dari mantan Gubernur Jawa Barat tersebut. Menurutnya, klaim yang disampaikan LM melalui kuasa hukumnya merupakan pernyataan sepihak dan belum terbukti secara hukum.
“Itu klaim sepihak dari LM yang disampaikan kepada kuasa hukumnya. Semua klaim tentu kami hormati. Namun, sekali lagi, harus bisa dibuktikan secara hukum kebenarannya,” tegas Muslim Jaya kepada finnews.id, saat dihubungi pada Senin, 7 April 2025.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Ridwan Kamil sendiri sudah memberikan klarifikasi tegas bahwa tidak pernah memiliki hubungan pribadi dengan LM. Pertemuan yang terjadi pada tahun 2021 disebut hanya dalam konteks LM meminta bantuan terkait rencana kuliahnya, bukan hubungan personal seperti yang banyak dispekulasikan publik.
Dalam pengakuannya, LM disebut menginformasikan kehamilan dua minggu setelah pertemuan dengan Ridwan Kamil pada Juni 2021, dan anak tersebut lahir pada 22 Januari 2025. Dengan hitungan medis masa kehamilan 37 minggu, menurut Muslim Jaya, kondisi tersebut tergolong normal, bukan prematur seperti yang disampaikan pihak LM. Artinya, jika ditarik ke belakang, kemungkinan besar kehamilan sudah terjadi sebelum pertemuan dengan Ridwan Kamil.
“Jika masa kehamilan normal 37 minggu dihitung mundur dari tanggal lahir, maka justru pernyataan Pak RK dalam klarifikasinya menjadi relevan, bahwa dugaan hamil sudah terjadi lebih dulu,” jelasnya.
Muslim Jaya juga menyoroti pentingnya membedakan antara membentuk opini publik dan membuktikan kebenaran secara hukum. Ia mengingatkan, perkara sensitif seperti ini harus disikapi secara proporsional dan mengedepankan bukti, bukan hanya narasi.
“Pengakuan bisa saja disampaikan, tapi untuk menjadi sah dan berdampak hukum, semua itu harus dibuktikan di pengadilan,” tutupnya.
Dengan pernyataan ini, tim hukum Ridwan Kamil berharap polemik yang berkembang dapat ditanggapi secara rasional dan berdasarkan fakta hukum, bukan sekadar asumsi atau dorongan emosi publik. (*)