finnews.id – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan gaji para ahli gizi dan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum dibayarkan sejam Januari 2025 atau 3 bulan akan segera dicairkan pada pekan depan. Dia mengatakan, ribuan kepala Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah bekerja sejak 6 Januari 2025 akan tersenyum lebar sebelum Lebaran Idul Fitri.
“Alhamdulillah sudah selesai, insyallah minggu depan semuanya selesai, sebelum Lebaran mereka akan tersenyum (karena gaji cair),” kata Dadan ketika ditemui di Senayan, Jakarta, Sabtu 22 Maret 2025.
Dia menjelaskan tertunggak gajian para kepala dapur MBG itu karena status Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang masih belum diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ribuan SPPI itu, kata dia, menjabat sebagai Kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan pendamping.
“SPPI ini di dalam rancangan anggaran belanja negara itu statusnya PPPK, tapi mereka sekarang belum PPPK. Jadi anggaran itu belum bisa dikeluarkan untuk mereka. Kami harus mencari sumber anggaran lain,” terang Dadan.
Dadan mengatakan, pihaknya sudah menemukan solusinya untuk gajian para kepala BGN. “Jasa lainnya itu mirip konsultan. Tapi ketika membayar, saya baru tahu juga, rupanya ada supplier 1-7. Nah, kami sudah mau menggunakan suppier 2. Artinya apa? Kontrak satu-satu, daftarnya dikirim satu-satu, baru dibayar,” terangnya.
Hal ini tentu memerlukan waktu lama mengingat jumlah SPPI di Indonesia saat ini sudah mencapai 2 ribu orang. “Kemudian ada yang lebih mudah, yaitu supplier 6. Nah, supplier 6 ini penerimanya sekian banyak, tetapi cukup SPM-nya satu lembar saja dengan daftar,” lanjutnya.
Skema inilah yang kini digunakannya, meski masih dalam proses perbaikan dari skema sebelumnya. “Itu prosedur saya sudah laporkan ke Pak Presiden, mekanismenya seperti itu, jadi mohon maaf karena memang ada uang, tapi uang negara ini tidak seperti uang pribadi,” katanya.
Dia menegaskan, penggunaan uang negara harus disalurkan dengan skema yang jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah diatur.
“Jadi akhirnya kita gunakan metode yang paling benar, sesuai dengan konsultasi kami dengan BPK, BPKP, kita gunakan Jasa Lainnya, kemudian metode dengan supplier 6,” tandasnya.
(Annisa Zahro)