Dalam eksepsi tersebut, Hasto meminta majelis hakim untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK. “Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK karena proses P-21 yang dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa,” ujarnya.
Hasto pun menjelaskan soal dampak dari proses P-21 yang tak adil terhadap konstruksi surat dakwaan.
“Proses P-21 yang dipaksakan ini menyebabkan surat dakwaan banyak mengandung hal-hal yang merugikan saya. Fakta-fakta hukum versi KPK berbeda dengan fakta-fakta persidangan sebelumnya yang sudah inkracht,” katanya.
Lebih lanjut, kata Hasto, proses P-21 yang dipaksakan ini membuat gugurnya gugatan praperadilan yang diajukan oleh penasihat hukumnya.
“Proses P-21 yang dipercepat ini menyebabkan gugatan praperadilan kami gugur. KPK tidak menghormati lembaga peradilan dan hak-hak saya sebagai terdakwa,” kata Hasto.
Hasto juga meminta kepada majelis hakim untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh Komisi Antirasuah. “Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK karena proses P-21 yang dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa,” ujarnya.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian, Pasal 21 UU Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP yang mengatur ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
(Ayu Novita)