Dalam kehidupan sosial, menjaga lisan juga berkontribusi pada keharmonisan hubungan dengan orang lain. Sebuah studi dari University of California menunjukkan bahwa komunikasi yang positif dapat meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi stres hingga 23%. Di bulan Ramadhan, ketika umat Islam lebih sering berinteraksi dalam kegiatan ibadah bersama, menjaga lisan dari perkataan yang menyakitkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih damai dan penuh keberkahan.
Selain itu, menjaga hati dan lisan juga berdampak pada kualitas ibadah kita. Ketika hati bersih dari prasangka buruk dan lisan terjaga dari perkataan sia-sia, kita dapat lebih fokus dalam beribadah. Shalat menjadi lebih khusyuk, doa lebih tulus, dan tilawah Al-Qur’an lebih bermakna. Dengan demikian, menjaga hati dan lisan bukan hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekitar kita.
Menghindari Perkataan dan Perbuatan yang Menyakiti
Salah satu tantangan terbesar dalam menjaga lisan adalah menghindari perkataan yang menyakiti orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang bisa melukai perasaan orang lain, baik dalam bentuk gosip, fitnah, atau ucapan kasar. Rasulullah ï·º bersabda, “Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa seorang Muslim sejati harus menjaga lisannya agar tidak menyakiti orang lain.
Di era digital, menjaga lisan juga berarti berhati-hati dalam berkomentar di media sosial. Sebuah studi dari Pew Research Center menunjukkan bahwa 64% pengguna media sosial pernah mengalami komentar negatif atau ujaran kebencian. Di bulan Ramadhan, kita harus lebih berhati-hati dalam berinteraksi di dunia maya agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa.
Selain perkataan, perbuatan yang menyakiti juga harus dihindari. Misalnya, bersikap kasar terhadap anggota keluarga atau rekan kerja karena emosi yang tidak terkendali. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ï·º bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, mengendalikan emosi dan menghindari tindakan yang menyakiti orang lain adalah bagian dari menjaga hati dan lisan.