finnews.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan berat dan anjlok 6,12 persen atau 396 poin, ditutup pada level 6.076 pada akhir sesi pertama perdagangan Selasa (18/3). Gelombang aksi jual besar-besaran melanda pasar, menyebabkan hanya 67 saham menguat, sementara 616 saham melemah dan 116 stagnan.
Sektor Teknologi Memimpin Kejatuhan
Seluruh sektor kompak berada di zona merah, dengan sektor teknologi mencatatkan penurunan terdalam, yakni 12,46 persen ke level 6.036. Selain itu, beberapa sektor lain juga mengalami tekanan signifikan:
- Bahan Baku: -9,84% (960)
- Keuangan: -3,85% (1.264)
- Industri: -2,9% (910)
- Konsumer Primer: -5,32% (714)
- Transportasi: -3,38% (1.091)
- Infrastruktur: -5,01% (1.192)
- Energi: -6,22% (2.258)
- Kesehatan: -3,85% (1.264)
- Properti: -5,33% (665)
Saham dengan nilai transaksi tertinggi hingga sesi pertama antara lain BBCA (Rp1,69 triliun), BMRI (Rp1,07 triliun), BBRI (Rp664,04 miliar), PTRO (Rp422,28 miliar), dan PANI (Rp244,05 miliar).
Pemicunya: Defisit APBN dan Skandal Korupsi
Anjloknya IHSG hingga lebih dari 5 persen memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan trading halt pada pukul 11.19 WIB. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai pelemahan ini dipicu oleh defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memburuk serta prospek fiskal yang semakin berat di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Defisit APBN yang melebar serta kebijakan ekonomi yang dinilai kurang realistis telah memicu ketidakpastian di pasar,” ujar Wijayanto.
Tak hanya itu, kepercayaan investor juga tergerus akibat skandal korupsi di BUMN, termasuk kasus yang menjerat PT Pertamina (Persero) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
“Investor mencermati isu Dwi Fungsi ABRI yang berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Jika stabilitas politik terganggu, credit rating Indonesia bisa terdampak,” tambahnya.
BEI: Aksi Jual Asing Jadi Pemicu Utama
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengungkapkan bahwa tren pelemahan IHSG telah terjadi sejak pekan lalu, diperparah oleh aksi jual besar-besaran investor asing.
“Kondisi pasar global yang volatil turut berkontribusi terhadap tekanan di bursa domestik,” jelasnya.
Selain faktor dalam negeri, kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump juga memberikan sentimen negatif bagi pasar keuangan Indonesia. Meski demikian, Iman menegaskan bahwa fundamental emiten di BEI tetap kuat.
Setelah trading halt selama 30 menit, IHSG sempat mencoba bangkit, namun tekanan jual masih mendominasi hingga sesi perdagangan berikutnya.