finnews.id – Masyarkat adat Negeri Haya Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, mendukung penuh langkah Kejaksaan Tinggi Maluku (Kejati) untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada tambang pasir garnet oleh PT Waragonda Mineral Pratama.
“Kami sangat mendukung secara penuh langkah dan sikap Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi pada tambang pasir garnet PT. Waragonda Mineral Pratama yang beraktivitas secara ilegal di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru,” ujar Kordinator Umum Gerakakan Masyarakat Adat Negeri Haya, Nadif Wailissa lewat keterangan tertulis, Sabtu 15 Maret 2025
Nadif mengatakan, sejak awal kehadiran PT Waragonda di Negeri Haya untuk mengeruk pasir garnet, masyarakat Haya telah menemukan banyak kejanggalan. Sehingga jika jika Kejati mencium adanya dugaan praktik tindak pidana korupsi maka itu sangat wajar.
“Maka kami berharap agar segera diusut secara tegas dan cepat. Sehingga ada kepastian kepada masyarakat dan publik” ujar Nadif.
Nadif mengatakan, Kejati harus usut organisasi perangkat daerah atau OPD terkait di Provinsi Maluku dan di Kabupaten Maluku Tengah, baik itu terkait dugaan suap yang dilakukan PT Waragonda atau ada penyalahgunaan wewenang oleh lembaga-lembaga terkait.
“Kami sejak awal sudah mencium bau busuk terkait perizinan maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) serta Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang di keluarkan oleh pemerintah”, ujar Ketua HMI Cabang Masohi 2015-2016 ini.

Nadif mengatakan, yang menjadi kejanggalan PT Waragonda beroperasi di Haya, yakni tidak ada pendapatan kepada Negeri Haya. Pendapatan di Daerah pun tidak ada item pasir Garnet. Sehingga hal ini patut dicurigai.
“Juga tidak ada Dokumen AMDAL atau UKL/UPL di tangan pemerintah negeri Haya. Jangankan di pemerintah Negeri, di DPRD pun tidak diserahkan. Dugaan kami ada upaya menutupi kebohongan dengan tidak diberikan dokumen kepada daerah ini” turut Nadif Wailissa.
Bukan saja itu, sambung Nadif, dokumen RKA (rencana kerja anggaran PT Waragonda dan dokumen lain seperti CSR (corporate social responsibility), pun sampai saat ini tidak diberikan ke Pemerintah Negeri Haya.
“Dari kejanggal-kejanggalan ini maka wajar apabila kejaksaan menciu ada korupsi di dalam proses perizinanya” ujar Nadif.
Nadif juga meminta agar DPRD Malteng menggunakan kewenangannya secara tegas dan mengeluarkan rekomendasi untuk pencabutan izin PT. Waragonda.
“Kami hanya butuh DPRD untuk mengeluarkan rekomendasi sebagai bentuk dukungan kepada kami masyarakat. Suda berulang kali kami melakukan RDP tapi tak kunjung Rekomendasi itu keluar. Ada apa sebenarnya?” pungkas Nadif. (*)