finnews.id – Pasukan AS (Amerika Serikat) telah tiba di Teluk Guantanamo, Kuba, untuk mendirikan fasilitas penahanan migran atas perintah Presiden Donald Trump.
Keputusan ini menimbulkan protes, mengingat sejarah Guantanamo yang penuh dengan skandal dan pelanggaran hak asasi manusia.
Fasilitas baru ini dapat menampung hingga 30.000 migran, jauh lebih banyak dari jumlah tahanan yang ada selama Perang Melawan Terorisme.
- Donald Trump Perintahkan Pembangunan Fasilitas Baru di Guantanamo
Menurut laporan Pentagon pada Senin, 150 personel dari Marinir dan Angkatan Darat AS telah bergabung dengan pasukan yang sebelumnya sudah ada di Guantanamo.
Mereka akan membantu membangun fasilitas baru yang dirancang untuk menampung migran ilegal.
Presiden Donald Trump menginginkan fasilitas ini untuk menahan “imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika.”
Langkah ini terjadi setelah Trump memerintahkan Pentagon untuk mengerahkan lebih banyak pasukan ke perbatasan selatan untuk menanggulangi lonjakan migrasi ilegal.
- Guantanamo: Dari Penjara Teroris Menjadi Pusat Penahanan Migran?
Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo terkenal di seluruh dunia sebagai penjara militer tempat para tahanan Perang Melawan Terorisme ditahan dan disiksa, khususnya setelah serangan 11 September 2001.
Kini, Guantanamo kembali menjadi sorotan internasional. Fasilitas penahanan yang sedang dibangun ini akan menampung lebih banyak orang daripada yang pernah dilakukan selama puncak Perang Melawan Terorisme.
Tindakan ini semakin memicu kritik terhadap kebijakan imigrasi Trump yang dianggap keras dan tidak manusiawi.
Sebagai bagian dari perintah yang lebih luas, pasukan AS akan membantu mengelola dan mengawasi fasilitas tersebut.
Rencana Trump untuk memanfaatkan Guantanamo kembali memunculkan pertanyaan tentang masa depan penjara yang kontroversial ini.
- Kritik terhadap Langkah Donald Trump dan Peningkatan Ketegangan Sosial
Pembangunan pusat detensi migran ini menuai kritik tajam dari berbagai kelompok hak asasi manusia.
Mereka menilai langkah ini sebagai bukti lebih lanjut dari kebijakan imigrasi Trump yang tidak ramah dan penuh dengan diskriminasi.
Para pengkritik menyatakan bahwa Guantanamo, dengan segala riwayat buruknya, tidak layak menjadi tempat penahanan bagi orang-orang yang hanya mencari perlindungan dari penganiayaan.
Bahkan, beberapa pejabat AS khawatir bahwa langkah ini akan menambah beban pada militer AS, yang sudah kesulitan untuk memenuhi berbagai perintah dari Trump.
Selain membangun fasilitas baru, pasukan AS juga diarahkan untuk memperkuat kehadiran militer di perbatasan selatan AS, yang sudah penuh dengan ketegangan.
- Pasukan AS Dikerahkan, Guantanamo Masih Jadi Sorotan Internasional
Pasukan AS kini menghadapi tugas baru yang penuh kontroversi. Mendirikan fasilitas detensi migran di Guantanamo membawa tantangan besar, baik dari segi logistik maupun dampak sosialnya.
Jika benar Guantanamo menjadi pusat penahanan migran, ini akan menjadi babak baru dalam sejarah fasilitas yang terkenal karena pelanggaran hak asasi manusia dan penahanan tanpa proses hukum yang jelas.(*)